Alrian Neobehaviorisme dalam Sistem Psikologi
Aliran Neobehaviorisme dalam Sistem Psikologi
Nama Kelompok :
Nirva Adeyusta R (111611133025)
Adindalia Yuniar B (111611133026)
Cessa Aprila P.D (111611133043)
Erika Pransiska (111611133095)
Sabilla Mariah (111611133146)
Maudyfa Diendra (111611133204)
UNIVERSITAS
AIRLANGGA
SURABAYA
2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Aliran Behaviorisme dalam Sistem Psikologi. Makalah ini telah kami susun
dengan usaha yang semaksimal mungkin, tentunya dengan banyak bantuan dari
berbagai pihak terutama kepada Bapak Tino Leonardi yang telah membimbing kami
dengan baik hingga kami dapat mengerjakan dan menyelesaikan makalah ini.
Kami mencoba berusaha
menyusun makalah ini sedemikian rupa dengan harapan
dapat membantu pembaca dalam memahami
pelajaran Sejarah yang merupakan judul dari
Makalah kami, yaitu Aliran Neobehaviorisme
dalam Sistem Psikologi.
Kami menyadari bahwa
didalam pembuatan makalah ini masih ada
kekurangan sehingga kami berharap saran dan
kritik dari pembaca. Akhir kata kami ucapkan
terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ………………………………………………………… 1
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. 2
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… 3
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………... 4
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………4
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………….. 4
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………… 4
BAB II. PEMBAHASAN ……………………………………………………….5
1.1 Tujuan Neobehaviorisme …………………………………………………....5
1.2 Metode Neobehaviorisme .…………………………………………………..5
1.3 Anteseden ……………………………………………………………………5
1.4 Zeitgest ………………………………………………………………………5
Edward Chace Tolman …………………………………………………………..6
Clark Leonard Hull ………………………………………………………………9
B.F. Skinner ……………………………………………………………………..10
Albert Bandura …………………………………………………………………..12
Jullian Rotter …………………………………………………………………….13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penulisan makalah ini merupakan
rangkuman informasi terkait tentang Aliran Neobehaviorisme dalam Sistem
Psikologi, yang diambil dari beberapa sumber. Salah satu sumber yang diambil
adalah dari buku Sejarah Psikologi Modern terbitan Duane P. Schultz dan Sydney
Ellen Schultz. Neobehaviorisme muncul sebagai teori
revisi yang telah dicetuskan ahli psikologi pendidikan yakni ilmuwan itu
bernama Watson, dan Skinner. Dan teori pembelajaran yang telah dicetuskan
adalah teori behaviorisme, teori ini lebih cenderung pada proses belajar yang
didasarkan pada tingkah laku seorang manusia. Dalam makalah ini akan dibahas tentang
Aliran Neobehaviorisme dalam Sistem Psikologi, Apabila ada kesalahan dalam
penulisan maupun isi, penulis mengharapkan permintaan maaf. Oleh karena itu,
kritikan, saran, cacian, makian, dan hinaan selalu penulis harapkan dalam
membenahi makalah ringkas ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.Apa
yang dimaksud dengan teori Neobehaviorisme?
2. Bagaimana
fase fase belajar teori Neobihaviorisme?
3. Tipe
belajar apa saja yang terdapat pada teori Neobehaviorisme?
4. Bagaimana
Ciri-ciri Neobehaviorisme sebagai Hasil Belajar?
5. Bagaimana
pengaruh Teori Neobehaviorisme?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui teori
Neobehaviorisme
2. Untuk
mengetahui pengaruh teori Neobehaviorisme
3.
Untuk mengetahui tokoh-tokoh pada teori Neobehaviorisme
1.3
BAB II
PEMBAHASAN
1.1
Tujuan
Neobehaviorisme
Teori ini menjelaskan dasar tingkah laku
seorang manusia, yang dicetuskan oleh ilmuwan psikolog yaitu yang bernama
Watson dan Skinner.
Teori belajar yang dikemukakan Watson dan Skinner merupakan
perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan kognitivisme, yang berpangkal
pada teori pemrosesan informasi.
1.2 Metode
Neobehaviorisme
Metode
yang digunakan tokoh – tokoh pada bab ini ada 3, yaitu observasi, lalu
dilanjutkan dengan pengkondisian, lalu melakukan testing dan terakhir melakukan
laporan verbal. Bisa dilihat dalam bab ini tokoh – tokoh melakukan observasi
terhadap sesuatu melalui subjek untuk memulai eksperimennya dan dilanjutkan
dengan pengkondisian lalu melakukan sejumlah tes untuk mendukung teori mereka
lalu menulis sebuah laporan yang selanjutnya dipublikasikan disuatu media agar
didukung oleh masyarakat.
1.3 Anteseden
Ketidakpuasan
terhadap aliran strukturalisme dan fungsionalisme menjadi salah satu pilar
dalam pendirian aliran behaviorisme. Aliran behaviorisme lebih fokus terhadap
hal-hal yang dapat diobservasi dan dilakukan pengukuran terhadapnya. Yang mana
akhirnya tebentuk sebuah sains perilaku yang memandang manusia sebagai mesin.
Berkembangnya
sebuah konsep yang bernama operasionisme juga mendasari terbentuknya aliran
neo-behaviorisme. Merupakan suatu doktrin yang bertujuan untuk membuat
terminologi sains menjadi lebih obyektif dan menyingkirkan “pseudoproblem”.
Yang dimaksud dengan “pseudoproblem” ialah masalah-masalah yang tidak dapat
diobservasi atau diukur secara fisik. Konsep ini dikemukakan oleh Bridgman, dan
telah mengundang minat dari banyak psikolog behavioral karena konsepnya yang
menuntut jawaban dari suatu uji obyektif.
1.4
Zeitgest
Zeitgeist
(semangat zaman atau semangat waktu) adalah himpunan dominan cita-cita dan
keyakinan yang memotivasi tindakan anggota masyarakat dalam jangka waktu
tertentu. The Zeitgeist kata Jerman, diterjemahkan secara harfiah sebagai
"waktu pikiran" atau "waktu roh". Dalam analisis seni dan
budaya, konsep dari "semangat zaman" atau zeitgeist mungkin
bermasalah sebagai alat untuk analisis dari periode yang secara sosial atau
budaya terfragmentasi dan beragam. Sebagai contoh, Zeitgeist modernisme
termotivasi penciptaan bentuk-bentuk baru di bidang arsitektur, seni, dan
fashion selama sebagian besar abad ke-20.
Zeitgeist pada masa behaviorisme ini
adalah gencar-gencarnya sebuah penelitian yang dilakukan oleh beberapa tokoh
peneliti dan menyedot perhatian pada ilmu pengetahuan, paska renaissance.
Setelah melakukan banyak penelitian, munculah banyak ilmuan-ilmuan atau
tokoh-tokoh psikologi pertama kali. Munculnya istilah-istilah baru seperti
psikoanalisa yang dipaparkan oleh Sigmund Freud. Setelah munculnya banyak
istilah, pastinya muncul juga penolakan atau pertentangan à
Neo-Psikoanalisa. Selain itu, banyak para ilmuan yang menerapkan sistem
operasionisme yang sangat meluas dan mereka pakai sebagai penelitian pendekatan
psikologi di jaman tersebut.
1.5 Tokoh
A.
Albert Bandura (1925-)
Sosiobehaviorisme
Albert
Bandura dan Jullian Rotter adalah contoh tokoh dari pengikut pendekatan
sosiobehaviorsme. Mereka sebenarnya adalah behavioris, namun bentuk
behaviorisme mereka agak berbeda dari Skinner yang menyangkal bahwa
proses-proses mental atau kognitif tidak mempengaruhi perilaku manusia. Pada
akhirnya Bandura dan Rotter mengusulkan pembelajaran pendekatan social atau
sosiobehavioral untuk mempelajari pengaruh kognitif dalam psikologi secara
luas. Teori-teori ini menandai tahap ketiga (neo-neobehaviorisme) dalam
perkembangan pemikiran aliran psikologi behaviorisme.
Albert
Bandura ( 1925 - )
Albert
Bandura lahir di Canada, Amerika Serikat pada tanggal 4 Desember 1925. Ia
mengambil pendidikan tinggi jurusan psikolgi di British of Columbia University dan menerima gelar Ph.D di Jowa University lalu melanjutkan karir
pendidikannya di Stanford University.
Ia juga menjadi presiden APA (American
Psychology Association) pada tahun 1974 dan mendapatkan anugerah Distinguished Scientific Contribution Award dari
APA. Pada 2004 dia mendapatkan penghargaan Outstanding
Contribution of Psychology Award dari APA, dan pada 2006 menjadi penerima American Psyhological Foundation’s Gold
Medal Award atas pencapaiannya terhadap ilmu psikologi.
Teori
Sosial Kognitif
Albert
Bandura adalah salah satu tokoh pengikut aliran sosiobehaviorsme. Teorinya
merupakan bentuk behaviorisme yang lebih moderat daripada behaviorisme Skinner.
Meskipun sudut pandang Bandura tetap behavioris, namun focus risetnya adalah
untuk mengamati perilaku manusia dalam proses interaksi. Dia menekankan arti
penting imbalan atau penguatan dalam memodifikasi perilaku. Dalam pandangannya,
respon behavioral tidak terpicu secara otomatis pada manusia melalui stimulus
eksternal, menurutnya reaksi terhadap stimuli itu teraktifasi sendiri dan
diprakarsai oleh pribadi itu sendiri.
Bandura
juga mengusulkan bahwa sebenarnya individu dapat mempelajari sesuatu tanpa
harus mengalaminya sendiri. Individu dapat belajar melalui teori yang disebut
Bandura dengan vicarious reinforcement (penguatan melalui orang lain), yaitu
dengan mengamati langsung bagaimana perilaku orang lain dan melihat konsekuensi
dari perilaku mereka. Teori ini dapat juga disebut sebagai ‘pemodelan’ dimana
individu mempelajari, mengantisipasi, dan mengapresiasi konsekuensi-konsekuensi
yang diamati pada diri orang lain meskipun individu tersebut belum mengalaminya
secara langsung. Hal inilah yang membedakan pandangannya dengan Skinner. Bagi
Bandura, factor yang efektif untuk mengubah perilaku seseorang bukan skedul
penguatan aktual, melainkan apa yang dipikirkan individu terhadap skedul
tersebut.
Self-Efficacy
Bandura
melakukan banyak riset tentang Self-Efficacy,
yang digambarkan sebagai rasa keberhargaan-diri atau kelayakan-diri dalam
menangani masalah. Mereka yang memiliki self-efficacy
tinggi yakin bahwa mereka mampu berhadapan dengan berbagai masalah dalam
hidup mereka. Sedangkan mereka yang memiliki self-efficacy rendah akan merasa tak berdaya bahkan putus asa dalam
menghadapi masalah yang ada.
Studi
Kasus
Andrew Conley adalah seorang remaja
amerika, saat ia tersandung sebuah kasus usianya masih menginjak 17 tahun.
Andrew Conley diusianya yang ke 17 tahun berani membunuh adiknya sendiri yang
berusia 10 tahun saat itu. Alasan Andrew Conley membunuh adiknya adalah karna
adiknya bersalah dan melakukan hal yang jahat. Kemudian pada tanggal 28 November 2009 Andrew Conley
melaporkan dirinya sendiri kepada pihak kepolisian bahwa ia telah membunuh
adiknya. Di depan polisi, Andrew mengklaim bahwa dirinya serupa dengan Dexter
dimana Dexter adalah pemeran utama dalam serial killer. Hal tersebut membuat
pihak kepolisian sangat kaget. Dalam film tersebut, Dexter adalah seorang
laki-laki yang perannya dari kecil sudah memiliki sifat serial killer dalam
dirinya. Dexter melakukan banyak pembunuhan dengan sangat rapih dan tanpa kesalahan
agar tidak di curigai dan tidak menjadi tersangka. Adanya khayalan yang sangat tinggi, adanya
rasa kagum yang sanagt mendalam terhadap tokoh fiksi dalam film Dexter yang
membuat Andrew meniru perbuatan tokoh tersebut, dan kurangnya pengawasan dari orang
tua saat melihat televisi adalah beberapa faktor yang mungkin dapat mendorong
perilaku keji yang Andrew lakukan.
Menurut pengamatan kelompok kami, saat
Andrew Conley sedang menonton film tersebut, ia langsung memperhatikan dan
mengobservasi apa tindakan yang dilakukan oleh Dexter dan langsung menjadikan
karakter Dexter menjadi “Role Model”nya secara simbolik karena Dexter adalah
tokoh imajinasi yanga da dalam film. Karna kurangnya didikan dan pengarahan
dari orang tua yang membuat Andrew memiliki pikiran dan imajinasi yang terlalu
bebas dan dapat melakukan apapun yang ia kehendaki.
Andrew mengamati semua apa yang telah
dilakukan oleh Dexter. Setelah Andrew mengamati semuanya, Andrew pun
mengingati-ingat semua kejadian pembunuhan dalam film tersebut. Dan masuklah Andrew ke tahap reproduksi,
dimana Andrew mulai berani mempraktikan kejadian-kejadian pembunuhan dalam film
tersebut kepada adiknya yang saat itu kebetulan membuat kesalahan yang membuat
Andrew kesal. Proses imitating yang dilakukan Andrew ini berdasarkan pada
sebuah motivasinya yang ingin menjadi atau serupa dengan Dexter. Dicekiklah
adik Andrew dengan tangannya sendiri kurang lebih selama 20 menit. Kemudian
adiknya tewas seketika. Setelah adiknya tewas Andrew mengambil kantong dan
memasukan mayat adiknya kedalamnya. Andrewpun keluar dan membuangnya di tempat
sampah. Setelah itu ia bergegas pergi kerumah kekasihnya dan memnonton film
bersama.
KESIMPULAN
Social
Learning Theory dikembangkan oleh
Albert Bandura seorang ahli psikologi pendidikan dari Stanford University,USA.
Teori pembelajaran ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang
melakukan sesuatu melalui proses belajar yang didapatkan dari lingkunganya.
Bandura berpendapat bahwa tingkah laku lingkungan dan kejadian – kejadian
internal pada pembelajaran yang mempengaruhi persepsi dan aksi merupakan
hubungan yang saling berpengaruh. Dalam eksperimen Bobo Doll milik bandura juga
sangat memberikan gambaran yang jelas bahwa model memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam proses belajar seseorang, dan perilaku yang negatif cenderung untuk
lebih mudah melekat pada individu daripada perilaku-perilaku yang baik.
Dari uraian tentang
teori belajar sosial, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Belajar merupakan
interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat antara lingkungan,
faktor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses kognitif
belajar.
2.
Komponen-komponen
belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi terhadap model dan
proses-proses kognitif pembelajar.
3.
Hasil belajar berupa
kode-kode visual dan verbal yang mungkin dapat dimunculkan kembali atau tidak
(retrievel).
4.
alam perencanaan
pembelajaran skill yang kompleks, disamping pembelajaran-pembelajaran
komponen-komponen skill itu sendiri, perlu ditumbuhkan “sense of efficacy” dan
self regulatory” pembelajar.
5.
Dalam proses
pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan yang cukup untuk latihan
secara mental sebelum latihan fisik, dan “reinforcement” dan hindari punishment
yang tidak perlu.
Dari eksperimen yang dilakukan Bandura, pelajaran yang dapat
diambil adalah akan lebih baik bagi para pengasuh atau orang tua untuk
memberikan anak-anak tontonan yang sekiranya mendidik dan tidak memiliki unsur
kekerasan didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi
http://www.biography.com/people/bf-skinner-9485671#early-life
Dibuka
pada tanggal 25 September 2016 pukul 17.50
Schultz, Duane P., & Schultz,
Sydney Ellen. (2013). Sejarah Psikologi Modern. Bandung: Nusa Media.
sumber :
http://commscience166a.blogspot.co.id/2012/12/analisis-kasus-1.html?m=1
Komentar
Posting Komentar